Keindahan cinta bukan karena seberapa besar dan banyak kau berikan sesuatu padanya melainkan seberapa kuat kalian bertahan dalam suka maupun duka

Rabu, 25 Mei 2016

Lelah Yang Lillah

Teh Lia, Hari yang kita tunggu dalam sebulan akhirnya tiba juga. Hari dimana kedua orang tua kita bertemu, saling berucap untuk meneruskan keberanian seorang yang dikenal begejekan sebulan yang lalu. Teteh, hari itu tepat 22 Mei 2016 hal terindah dari hubungan kita, orang tuaku melamarmu ke orang tuamu. Perasaan saat itu sungguh luar biasa, senang bercampur grogi, tangis kebahagiaan pun ada dalam hati, karena akhirnya kamu benar-benar kukhitbah untuk kujadikan istri.
Teh Lia, melalui tulisan ini, aku ingin mengungkapkan rasa yang tak pernah kualami selama ini, rasa dimana Allah seperti menurunkan seluruh keberkahan-Nya padaku. Mungkin ini tulisan yang penuh dengan puisi seperti biasanya kuberikan padamu, aku harap melalui tulisan ini kelak akan jadi bukti, baik saat kita bersama maupun setelah dipisahkan Allah dalam kematian, bahwa inilah pembuktian cintaku padamu, tanpa kau duga sebelumnya aku serius melamarmu.
Masih ingat ketika itu, hari Jumat setengah tujuh malam, aku naik kereta Majapahit pulang ke Nganjuk untuk menjemput orang tua. Sebenarnya aku bisa saja nunggu mereka di Cirebon, namun teh, aku tak mau seperti itu. Aku mau semua dipersiapkan sebaik mungkin, Minggu adalah hari bersejarah buatku, jadi aku harus tahu sedetail mungkin apa persiapannya.
Setelah kulewati setiap stasiun, sawah, ladang, hutan, bahkan tambak di pinggir pantai,aku tiba di Nganjuk jam 6 pagi. Sabtu pagi, ya Sabtu pagi teh, ada perasaan yang tak biasa ketika aku di Nganjuk, aku berfikir, esok aku akan melamar bidadariku. Akan kutunjukkan keseriusan cintaku dengan mendatangkan orang tuaku ke rumahnya.
Belum hilang rasa lelah di kereta, aku harus segera mempersiapkan keberangkatan lagi. Aku dan keluarga menuju kertosono, kita memang akan berangkat lagi jam setengah 2 siang. Aku dan keluarga menuju rumah Pak Puh yang ada di kertosono, dan hal yang membuat aku terkejut sesampai disana adalah mereka benar-benar riweuh. Senang dan bangga saat aku melihat keriweuhan itu. Bagaimana mereka dengan bahagianya menyiapkan berbagai macam makanan dan bekal tuk di kereta. Itulah teteh persiapan orang desa yang memang asalku dari gunung, aku bahagia, aku senang dengan tertawa mereka, senyum mereka, tak bisa dilukiskan lagi, aku benar-benar bahagia.
Perjalanan pun dimulai, begitupun kamu teh, di saat yang sama, Sabtu pagi kamu berangkat ke Cirebon. Dalam perjalanan hampir 12 jam itu, berbagai macam kelucuan dan canda tawa menghiasinya. Mulai dari budhe yang nyari-nyari tempat tidur buat bersandar sampai bulek yang terkagum-kagum dengan keindahan alam dari dalam kereta. Maklum teh, ini adalah kali pertama bulek bahkan mak e naik kereta jarak jauh. Aku tertawa saja, namun di balik tertawaku tersembunyi pikiran, besok seperti apa ya acaranya. Lamaran ini benar-benar membuat aku berfikir lebih dari biasanya, rasa grogi bercampur bahagia ada didalamnya.
Tepat 22.58 waktu Cirebon, kereta berhenti. Perasaan grogi semakin kencang, malam itu aku benar-benar semakin bahagia teh. Kutelepon dirimu menanyakan keberadaanmu dan kamu jawab menunggu di pintu keluar. Sesampainya disana, kulihat senyummu mengembang, senyum calon istriku, senyum calon bidadariku. Seperti biasa kamu selalu menggoda aku
“mau kemana ya mas, cari siapa?” katamu dengan gaya khasmu menggodaku
kubilang dengan berbisik, “mau nyari Lia Apriliani, mau kulamar hahaha”
Rasa lelah, rasa kantuk atau apapun semua hilang saat senyummu mendarat di hatiku teh, aku benar-benar bahagia. Kita berjalan menuju mobil jemputan A’ Iwan dan istrinya, mereka begitu baik dan ramah. Meskipun berdesak-desakan, namun semua itu tak mengurangi rasa bahagiaku saat bertemu denganmu malam itu. Perjalanan ke kuningan pun siap dan kita bersama melewati pergantian malam minggu, bercengkerama, bergombal ria, dan makan bersama. Sampai tiba tujuan kita, sebuah villa yang kamu persiapkan untuk keluargaku.
Setelah kuantar pulang kamu, aku kembali ke villa, menikmati udara malam lembah gunung cermai, sambil terus berfikir, aku besok akan melamarmu, iya, melamarmu sebagai calon istriku. Tanpa terasa jam setengah 2 pagi, perlahan kupejamkan mata sambil berdoa, semoga esok lancar dan penuh dengan kebahagiaan.
Pagipun tiba, selesai sholat subuh, kupersiapkan diriku sambil menikmati udara pagi lembah gunung cermai, kupersiapkan diriku. Keluarga pun tak kalah, mereka mandi pagi-pagi sekali, padahal acara kita jam 9. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka, namun kuyakin rasa bahagia tak terkira yang ada di dalamnya. Pagi itu aku bicara sama pak puh, beliau banyak memberikan wejangan, mulai dari kekagumannya pada keluargamu dan kepadaku yang tak malu mengenalkan keluarga desaku untuk datang ke kuningan, ke keluargamu. Maklum teh, itu kali pertama juga mereka menginap di villa, bahkan mak e sampai menanyakan tentang keluargamu, beliau takut dan minder. Namun segera kujelaskan bahwa keluarga kita sama, aku dan lia niat nikah bukan karena harta. Keluarganya pun menerima aku apa adanya, lalu tersenyumlah mak e mendengar penjelasanku.
Setengah 9 pagi aku dan keluargaku dijemput Aa’ dan A’ Ony. Kita bersama siap datang ke rumahmu, membawa jajanan desa, entah apa namanya, dan yang paling penting, membawa cinta dariku buatmu. Di rumah, seperti biasa, kita berkumpul, ada bapak dan ibumu, keluargaku, aku dan kamu yang bersanding di kursi rumahmu. Bapakmu membuka pembicaraan lalu Pak Puh langsung menjelaskan maksud kedatangan keluarga, yaitu melamar Lia dan tanpa basa basi terlebih dahulu, ahhh, aku jadi grogi banget waktu itu, seketika itu juga bapakmu menerima lamaranku. Aku benar-benar grogi teh, namun karena semua mengalir begitu saja, banyak cerita, banyak bahan bicara, rasa grogi mulai hilang, diganti senyum lebar penuh kebahagiaan.
Dalam suasana bahagia banyak perbincangan diantara dua keluarga, mulai dari penentuan tanggal pernikahan kita, konsepnya, sampai adatnya dibicarakan. Aku bahagia teh begitupun kamu, terlihat dari senyum lebarmu. Aku bahagia karena aku telah benar-benar mengkhitbahmu, meminta ke orang tuamu untuk kujadikan istriku. Akhirnya acara pagi itu kita tutup dengan sesi foto-foto dan makan bersama. Semua berkumpul, gembira, penuh senyum dan tertawa melewati proses lamaran yang tak akan dilupakan begitu saja. Rasa lelah sejak Jumat di kereta, semua hilang begitu saja, karena Lillahi Ta’ala. Terima kasih teh Lia, sambutan hangat dari keluargamu semakin menguatkan aku untuk menyiapkan diri menjadi suami terbaik buatmu.
Kuningan, 22 Mei 2016
Lelah yang Lillah
Sejarah panjang terbentang
Dari Nganjuk sampai ke Kuningan
Melewati rumah, sawah, ladang, dan hutan
Membawa seberkas sinar harapan
Harapan terbalut dalam sebuah lamaran
Menyatukan kasih sayang dan cinta
Dua insan anak manusia
Mempererat dua keluarga
Dalam naungan doa bahagia
Aku dan Kamu akan menjadi kita

Sabtu, 21 Mei 2016

Menjemput Impian


kuawali hari ini
kuresapi setiap detik perjalanan
tak henti kuberpijak
melewati sawah ladang hingga lautan
menjemput sebuah impian
impian
sedikit kata tak terhingga bayangnya
impian
merasuk jiwa hinggap di raga
impian
duduk bersimpuh luluh dalam kebahagiaan
sebentar lagi ya sebentar lagi
impian tercapai
membangun masa depan
mengurai semesta kehidupan
ayah dan ibu kan jadi panggilan
panggilan sayang yang slalu terngiang
impian itu
ya impian itu adalah kamu
Neng

Kamis, 19 Mei 2016

Surat Pertamamu

Hey Kamu… Iya Kamu…..

semakin aku tahu,,, semakin banyak yang belum aku ketahui

Ternyata selama ini kamu selalu mencari alasan untuk selalu bertemu dengan ku…
Bermula dari pertanyaan mu, “sampean mau dianterin susu lagi ga?”
“aku memang suka susu”, jawabku yang sepertinya tidak nyambung dengan pertanyaan yag kau berikan.
“iya,,,maksudnya sampean mau aku anterin susu lagi ga?” ulang pertanyaan mu..
Dengan senyum cengengesan, aku bilang “ iya, tapi kalau itu ga merepotkanmu”
Lalu kau hentikan kembali  mesin motor dan membuka masker yang telah kau pasang, entah untuk keberapa kalinya engkau melakukan itu, mungkin engkau masih berat untuk berpisah dengan ku, maklum sudah 5 hari tidak bertemu. Engkau yang bertugas ke Papua Barat dan aku yang bertugas ke Bogor, hingga baru kali ini bisa bertemu kembali,,,hehehe
“oia, sampean tahu ga, alasan ku tempo dulu mengantarkan susu ?” tanyamu
“ohh, iya, aku fikir itu karena rumah mas dekat dengan yang jualan susu, ya jadi sebatas itu doang”
“iya, sampean mikirnya cuma dapat susu setelah itu ga mikir lagi kan ya?”
“hehehe, iya mas, aku mikirnya gitu, aku kan masih polos….” Gayaku menjawab sambil cengengesan
“hadeuh……sampean emang ga peka”
“hahahaha” ngakak ala gayaku
“Tahu ga, kalau sebenarnya, aku itu selalu mencari alasan untuk selalu bisa bertemu dengan sampean, mulai dari mengantarkan susu sampe buah dan makanan lainnya sebelum aku berangkat prajab. Sebenarnya apel itu tinggal 1, namun berhubung sampean mau, akhirnya aku beli lagi untuk menutupi kekurangnnya”
Seketika aku teringat kejadian di akhir tahun 2015.
Ya…….saat itu kau mengantarkan cukup banyak bekal makanan untuk ku, ada buah, coklat, dan makanan lainnya. Aku begitu polos. Hanya berfikir aku mendapatkan makanan dari orang yang akan berangkat prajab. Tidak berfikir hal lain. Mungkin dulu kamu berfikir keras bagaimana caranya agar bisa bertemu dengan ku sebelum berangkat 2 minggu ke Sawangan untuk  melaksanakan salah satu syarat menjadi 100% PNS.
Hmmmmm….. dasar bodohnya aku. Aku tak berfikir sampai sejauh itu. Kamu memang selalu bilang, “sampean emang ga peka” aku kira itu hanya becandaan mu saja, ternyata kamu serius tapi membalutnya dalam becanda. Te…o…pe… kamu mas.
=======================================================================
Aslinya aku bingung, ketika mas secara tidak langsung memintaku untuk membuat sebuah tulisan. Kalimat pertama yang aku katakan adalah “ga bisa, aku kan ga jago nulis” namun dengan santainya mas memberikan motivasi untuk mencoba menulis, tidak ada yang tidak bisa sebelum mencoba.  Tiga nama murid mas pun disebutkan, mereka awalnya tidak pandai menulis, namun setelah dicoba, akhirnya mereka bisa masuk ke lingkar pena, tembus PKM, dan ada yangbergerak dibidang KTI.
Ini adalah karya pertamaku dalam menulis lagi setelah sekian tahun tak kulakukan. Masih teringat dengan jelas, terakhir aku mengarang cerita yaitu saat SD. Aku yakin, tulisan ini ga sebagus tulisanmu. Aku ga tau, alur ceritaku maju, mundur, atau mungkin malah maju mundur ga jelas….
Hadeuh,,,, aku sebenarnya bingung. Mau berkata apa lagi. Sudah hamper 120  menit aku menatap leptop ku, namun ide ku belum berkembang juga.
Mungkin untuk saat ini, aku membutuhkan banyak sekali waktu  untuk menulis. Namun aku yakin, suatu saat nanti, aku pasti bisa, ASAL aku punya niat yang kuat, hehehe.
=======================================================================
~pertemuan yang kuharapkan kini jadi kenyataan~
menjadi soundtrack yang teringang dikepalaku saat kali pertama aku melihatmu di depan kosan. Kamu yang mengenakan jaket merah putih dan celana hitam kebangganmu..
Papa Biant,,,
Terima kasih, sudah meluangkan waktunya untuk bertemu dan bercengkrama dengan ku. Aku tahu, pasti Papa Biant cape, setelah melakukan perjalanan jauh dari Papua Barat.
Saat perjalan di motor, aku memperhatikan Papa Biant yang menguap.
Saat makan di warteg “cinta” aku pun memperhatikan Papa Biant menguap…
Itu menandakan bahwa Papa Biant mengantuk dan butuh istirahat…

Sekali lagi, terima kasih ya Papa Biant…..

Entah kenapa aku senang memanggilmu dengan sebutan itu,,,

15 Mei 2016

Senin, 16 Mei 2016

Sajak Rindu Dari Manokwari

Lambaian pohon pesisir pantai
Pantai indah nan bening di Manokwari
Angin sepoi-sepoi berhembus di alam Papua
Diantara deburan ombak yang berjalan sejajar
Menuju pasir putih dan batu karang
Juga birunya langit menuju senja yang menghiasi
Menjadi saksi bisu perasaanku
Menahan rindu tak bertemu
Kamu yang berada jauh di ibukota
Namun rindu itu seakan sirna
Saat kamu penuhi hari-hariku dengan doa
Kau hiasi setiap saat kabar manis dari sana
Mengingatkan sholat, makan, atau hanya bertegur sapa
Ingin rasanya setiap hari bersama
Bercerita, berkeluh kesah, atau bercanda tawa
Namun apalah daya
Waktu belum mempersatukan kita
Kesabaran yang jadi kunci utama
Sampai tiba harinya kitaHari dimana kita bisa berdua
Mengikat seutas taliTali nan suci dan diridhoi Illahi Rabbi
Kini, aku hanya bisa berdoa penuh harapan
Semoga kau disana baik-baik saja
Bahagia dan juga selalu dalam lindungan-Nya

Jumat Pagi Di Pinggir Pantai Manokwari

Teteh
Sahabatku
Jumat pagi yang cerah, di pinggir pantai Manokwari, kubuat tulisan ini untukmu. Untuk sahabat yang tak henti-hentinya aku ingin mengerti lebih dalam tentangmu. Semakin hari semakin terasa aku belum mengerti banyak tentangmu. Iya, kita sudah dekat dari dulu, bahkan seperti biasanya, tak ada jarak diantara kita, selalu dan selalu begejekan barsama. Namun kali ini aku sejenak berfikir, asyik juga ya mengenalmu sebagai sahabat, mengenalmu sebagai seorang teman curhat, dan mengenalmu sebagai seorang yang tanpa basa-basi, tanpa ada yang ditutup-tutupi, kalau bahasa anak sekarang, Jaim “jaga image”. Kamu bukanlah cewek yang begitu, kamu apa adanya, tertawa lepas, ngakak, dan juga nggombalan , yang notabene dianggap “tabu” oleh sebagian cewek yang lagi PDKT hehe.
Teh, setiap hari kunikmati kedekatan kita, walau aku belum mengerti kamu sepenuhnya, namun setiap hari bahkan setiap detik, aku sangat bahagia bisa lebih mengenalmu dari satu sisi ke sisi yang lain. Kita sadari tak bisa bertemu setiap hari, bahkan kadang aku “mencuri” waktu, hanya untuk bertemu denganmu atau sekedar say hello lewat telepon, bahkan mungkin hanya lewat sms saja. Namun hal itulah yang membuat kita lebih dekat dan dekat dari sebelumnya.
Teteh, pagi ini mungkin jarak terjauh dari yang sebelumnya. Memang hanya 2 jam selisih waktu kita, kamu di Bogor sedangkan aku di Manokwari. Namun, ini yang kadang membuat aku harus berfikir ekstra, menahan kantuk dan juga menunggu. Berfikir ekstra ketika ingin berbincang namun aku harus istirahat dan kamu bekerja. Menahan kantuk saat ingin membangunkanmu di sepertiga malam seperti biasa pukul 03.30 namun disana 01.30, dan juga menunggu, iya, menunggu semuanya, menunggu di sela-sela longgar kita, seperti tadi, hanya untuk say hello saja atau menunggu 2 jam saat ingin kubangunkan kamu dari tidur pulasmu.
Pengamalan pagi ini bagiku ada sesuatu yang istimewa. Mungkin biasa menurut sebagian orang, namun berbeda ketika aku mengalaminya. Setelah kubangunkan kamu setengah 6 waktuku, dan setengah 4 waktumu, rasa kantukku akhirnya bisa tersalurkan lewat lautan mimpiku. Di saat aku mengarungi samudra mimpi, hp ku berbunyi, iya, sekedar sms saja, namun ini benar-benar berarti bagiku.
“papa biant” sapamu padaku lewat sms, memang itulah panggilan yang kau suka untukku
“mama lia ;-)” balasku, namun ada yang aneh sih, tapi nggak papa lah, toh itu panggilanku buatmu pagi ini hehe
“g tidur lagi?” aku menimpali balasan sms pertamaku padamu
“udin tidur lg, ni melek…pengen nyapa papa biant aza, he” kau balas smsku
Lalu kubalas lagi “papa biant bangun tidur hahaha”
Memang sebentar teh, namun itu benar-benar membuat pikiranku melayang-layang di angkasa, membuat hatiku benar-benar bahagia tak terkira. Kalimat pengen nyapa papa biant, seolah membuka harapan bahwa kita sama-sama rindu untuk bertemu, rindu untuk berbagi cerita dan juga rindu membicarakan masa depan kita seperti biasanya.
Jumat pagi di pinggir pantai Manokwari, kutulis perasaanku padamu, perasaan seorang sahabat yang rindu bercanda, tertawa dan berbagi cerita dengan sahabatnya. Kamu memang spesial bagiku, wanita yang insyaAllah akan mengisi hari-hariku, yang akan mendengarkan keluh kesahku, yang akan menjadi makmum dalam kehidupanku. Menikmati proses ini adalah hal terindah dalam hidupku, proses menuju akad nikah kita nanti. Hari demi hari berkurang menunggu hari suci itu. Semoga kita selalu menjaga prosesnya dan menikmati setiap detik dalam naungan doa dan harapan untuk bersama.
Jumat pagi di pinggir pantai Manokwari
13 Mei 2016

Lambaian pohon cemara
Hembusan sang bayu di alam papua
Pantai indah nan bening di Manokwari
Menjadi saksi bisu persaanku di pagi hari
Penuh dengan doa dan harapan
Untuk sang pujaan hati
Semoga kau disana selalu baik-baik saja

Selalu bahagia dan dipenuhi ridho Illahi Robbi

Di Sudut Pojok Atas McD

Teteh…
Ya itulah panggilanku padamu,
Sahabatku,,,,
Sahabat berbagi cerita, patner begejekan bareng, dan teman curhat. Tak ada tabir pemisah saat ngakak bareng. Namun semua seolah berubah menjadi serius kala itu. Saat itu kita bicara dari hati ke hati, bercerita tentang keluarga, pekerjaan, cita-cita, masa lalu dan hal lain tentang masing-masing.
Waktu magrib di malam Jumat, masjid kantormu menjadi saksi. Aku tak melihat kedatangan mu, namun tiba tiba terdengar suara, “nggak perlu disisir, udah ganteng kok”. Kebiasaan menyisir rambut setelah wudhu pun beberapa saat terhenti hanya untuk mencari sumber suara itu. Itulah kali pertamanya ku melihat wajahmu kembali setelah hampir 5 bulan tidak bertemu. Hanya senyum simpul khas ku padamu yang dapat kuberikan untuk merespon perkataanmu.
Setelah sholat magrib, aku menemuimu yang sudah menunggu di depan masjid. Di sana banyak  rekan kerjamu yang tidak ku kenal..
“Siapa dia?” tanya salah satu dari mereka,
“Temanku dari Senayan”, jawabmu,
akupun hanya tersenyum pada mereka.

 “teteh tahu McD nya?” tanyaku untuk  memecahkan percakapan pertama diantara kita.
“nggak tahu hahaha, ya kita cari saja ” kamu jawab seolah tak berdosa
“ok deh, kemana kita sekarang?” kataku
“ke ruanganku dulu yuk”, saat itu kau mengajakku, dan ternyata ruanganmu sudah berbeda, kamu tak menempati ruangan yang dulu kau tunjukkan kepadaku.
Ya,,,, sudah sekitar hampir setahun yang lalu. Bahkan aku merasa lama sekali tak mengetahui kondisimu, bagaimana pekerjaanmu, segala apapun tentangmu. Namun satu hal yang tak pernah berubah, yaitu tertawa lepas begejekan sepasang sahabat hehehe
“mau kemana kita?” tanyamu
“ke McD lah, kemana lagi, masak depan kosanmu hahaha” jawabku sambil ketawa
Namun bukan jawaban itu yang kau harapkan
Kau mengulangai pertanyaan yang sama, “mau kemana kita?”
Lalu kau meliuk-liukkan tangan sambil tertawa khasnya dirimu dan berkata  “bersenang-senang hahaha”
Tibalah kita di gedung B lantai 3. Aku melihat ruang kerjamu lalu duduk disamping meja kerjamu dan memperhatikanmu saat berkemas barang untuk siap-siap pulang. Mataku tertuju pada salah satu  lembaran kertas yang menempel pada dinding meja kerjamu. Disana tertulis, sekretaris Lia Apriliani
 Aku tak menyangka, bahwa saat ini engkau telah menjadi seorang sekretaris subdit.
Untuk memastikan bahwa aku tak salah melihat tulisan, aku pun bertanya “sampean jadi sekretaris ya?
“hehehehe, iya mas…” jawabmu
Tak lama kemudian kita kembali berjalan menuju tempat parkir motor yang berada dekat dengan gedung lama tepatmu bekerja.
Dalam perjalanan, kita bercerita, namun belum pada intinya.
Ya seperti biasanya, kamu masih seperti 5 bulan yang lalu. Begejekan, tertawa lepas, dan satu hal lagi yang tak hilang darimu, gombalanmu haha. Iya kau suka menggombal padaku, hingga kau buat aku tak berdaya. Itulah kita,,,,Ya kita…..tanpa jurang pemisah, tanpa sekat, karena kita adalah sahabat.
Cerita di McD pun dimulai,,,,
Kamu pasti tidak tahu apa yang aku rasakan saat itu. Jantungku seolah berdegup kencang, tak seperti biasanya saat bertemu denganmu, kaki terasa kaku, otak penuh dengan pikiran-pikiran yang selalu bertanya-tanya “apa yang harus kukatakan pertama kali???ya Allah,,,,,, apa ya?”,
Namun kamu masih dengan ketidakpekaannya terhadapku, tidak memperhatikan  bagaiman ekspresi dan gerak tubuhku. Kamu masih bercanda, memberikan senyuman khas dan tertawa lepas seperti dulu.
“mau pesen apa?” aku mulai membuka pertanyaan
“mas nya dulu, mau apa?” itulah kebiasaanmu, saat ditanya malah balik nanya
“ya sudah aku pesen ayam, nasi, es milo, dan air mineral” kataku
“aku mau es krim sama kentang”, timpalmu
“nggak nambah lagi? Kan kamu belum makan” heranku padamu
“kan aku vegetarian hahahaha” celotehmu sambil tertawa, karena aku tahu kamu juga suka daging
“kita mau di bawah atau di atas?” tanyaku padamu
“emmm…di atas aja gimana?” jawabmu
“ok deh, sini aku yang bawa”, sesaat setelah pesanan kita sudah siap
Aku pun mengarahkan untuk di pojok atas, ya disitulah tempat yang akan kujadikan saksi bisu ungkapan keseriusanku padamu.
Setelah beberapa saat kita makan dengan santainya kamu pun membuka pembicaraan.
“aku empat bersaudara, kakakku pertama laki-laki, yang nomer 2 perempuan, 3 perempuan, dan yang keempat aku. Anak pertama tinggal di Kuningan, yang kedua di Bekasi, dan ketiga di Karawang”
“Semuanya tidak ada yang lulusan S1, kecuali aku, jadi pasti masnya tahu sendiri kan kenapa aku harus tetap kerja” timpalmu mengingatkanku bahwa dulu aku pernah bercerita tentang keinginanku memiliki  istri yang berpendidikan tinggi namun mau jadi ibu rumah tangga.
Dan saat itu aku merasa ini sudah serius dalam obrolan kita.
“ok, aku 2 bersaudara, punya bapak sambung, dan dia bawa anak 2, jadi kita 4 bersaudara, adikku sudah menikah satu yang cewek, yang satu cewek kerja di hongkong, dan satu masih kuliah di Nganjuk yang lelaki, aku masih nanggung adikku untuk kuliahnya, dan aku masih punya hutang di koperasi untuk orang tuaku menyewa sawah, jadi jika kita bersama, pasti 3 tahun ini gajiku tak akan utuh, dan aku ijinkan kamu tetap berkerja, karena dalam setiap doaku, aku menyelipkan rasa syukur ketika aku tak mendapat apa yang aku inginkan teh. Memang aku ingin istriku jadi ibu rumah tangga, tapi rasa syukurku akan selalu ada ketika aku mendapatkan seseorang yang tetap mau bekerja, itu doaku” aku katakan yang sebenarnya tanpa ada yang ditutup-tutupi padamu
“masalah harta, aku tak masalah, aku butuh orang yang serius” jawabmu
“insyaAllah aku serius, aku sudah tak mau pacaran lagi, kalaupun pacaran, itu setelah nikah saja” jawabku dengan penuh keyakinan
Kamu tersenyum, entah apa yang kamu rasakan, namun aku melihat rona wajahmu saat itu menandakan kebahagiaan yang mungkin belum pernah kamu rasakan selama ini.
“maukah kamu menikah denganku?” tanyaku dengan tegas
Tak ada  sepatah katapun yang keluar dari bibirmu, yang ada hanya tanda anggukan dari kepalamu, menandakan bahwa kamu siap untuk kupinang menjadi istri.
“tapi, aku kurang ganteng untuk seorang sepertimu teh?”tanyaku agak ragu
“aku tak melihat fisik seseorang, aku juga banyak kekurangan, buat apa ganteng tapi nggak serius” jawabmu yang membuat aku lega waktu itu
“jadi kapan kita ke rumah?” langsung kutanya itu padamu, yang mungkin membuat kamu kaget
“kalau Sabtu ini gimana?” jawabmu seolah menguji keseriusanku
“ok, Sabtu kita ke rumah” tegas dan penuh percaya diri aku katakan padamu
Dan kamu kaget setengah mati, syok dengan jawabanku, di satu sisi kamu mengenalku sebagai seseorang yang tak pernah serius ketika bicara, selalu begejekan, , namun pada saat itu kamu melihat sisi lain dari diriku, sisi lain seorang sahabat yang kau kenal selama ini.
“aku masih nggak nyangka, masih syok” katamu
“aku juga, aku aja yang bilang syok, apalagi kamu hahahaha” celotehku membuka tertawa lagi diantara kita
Dan entah kenapa, tiba-tiba hp mu berbunyi, kau lihat siapa yang menelepon, ternyata itu dari ibumu
“ini ibu telpon” katamu
“mungkin ibu merasa hehe” timpalku
Kau angkat telpon, entah apa yang kau bicarakan,  aku tak mengerti bahasamu. Aku yang bersuku Jawa dan kamu yang bersuku Sunda. Namun di akhir-akhir obrolanmu, aku mulai agak paham. Intinya kamu meminta ibumu untuk bicara padaku,  Kamu memberikan hp itu padaku.
Kali ini, kamu memperhatikan bagaimana ekspresi tubuhku,  tanganku gemetar, jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, aku bingung mau mengatakan apa, ibumu berbicara dalam bahasa Sunda. Adduuuhhh……alamak aku nggak ngerti, lalu hp langsung kuberikan padamu. Kamu mengatakan padanya bahwa pakai bahasa Indonesia saja,mas nya ga bisa bahasa Sunda. Kira-kira begitu percakapanmu dengan ibumu. Sekali lagi aku bicara pada ibumu, masih dalam keadaan bergetar tangan, detak jantung yang semakin kencang dan pikiran-pikiran yang tak tahu harus bicara apa, bahkan puncaknya saat bicara sama bapakmu, aku keliru menyebutkan tempat kerjaku. Kamu menahan tawa, iya kamu menahannya, aku tahu itu. Dan ketika telpon ditutup, kamu tertawa lepas, menertawakan kegrogianku saat bicara sama orang tuamu.
“kamu kelihatan banget mas groginya hahahahha” katamu
“hahaha, iya e, aku grogi banget, nggak tahu harus bicara apa, syok haha” kataku padamu dan saat itu kita tertawa berdua
Ya begitulah yang aku rasakan, rasa senang bercampur grogi dan juga syok karena tak menyangka, sahabatku, yang selama ini menjadi teman curhatku akan aku pinang untuk menjadi istriku. Begitupun kamu, juga masih kaget dan merasa seperti mimpi bahwa kamu akan kunikahi. Entahlah apa yang ada di pikiran kita waktu itu, namun yang kuyakini adalah kamulah jodohku, jodoh yang disiapkan Allah untukku, di balik lika-liku perjalanan cintamu dan cintaku yang tak pernah menemui hasil akhir, ternyata orang terdekat yang selama ini saling mendukung hubungan masing-masing, akan menjadi sepasang suami istri dalam maghligai rumah tangga.
Malam semakin larut, kita ngobrol santai seperti di pantai, slow seperti di Solo, damai seperti di Dumai. Membicarakan tentangku, tentangmu, dan tentang kita di masa depan. Malam itu sudah agak mencair seperti biasanya, bercanda tawa tanpa sekat dan tabir pemisah, tertawa sambil begejekan berdua Itulah kita, sepasang sahabat.
Akhirnya, waktu menunjukkan pukul 20.30, kamu terlihat mengantuk sekali. Lalu kita pulang dengan perasaan lega namun masih membawa rasa ketidakpercayaan, bagaikan mimpi saja,  yang semula hanya sekedar teman curhat, nanti akan berumah tangga.
Allah tahu jodoh yang terbaik buat kita, dan kamulah yang dipilihkan Allah untukku, Teteh.

Kamis, 21 April 2016
Di Sudut Pojok Atas McD

Terima kasih ya Allah
Kau anugerahkan rasa cinta untukku padanya
Rasa cinta dari sahabat untuk sahabatnya
Kini, kami akan belajar untuk menapaki hal baru dari kami
Bersama dalam maghligai rumah tangga
Ridhoilah kami, lancarkan proses kami, dan mudahkanlah kami
Menuju gerbang menggapai kesempurnaan agama-Mu
Dalam seikat tali
Tali pernikahan yang suci




Lidi Cinta

senyumnya terpatri dalam jiwa
bayangannya terngiang di pikiran
namanya selalu ada dalam doa
cintanya slalu hiasi keseharian
pikiran menari nari mengikuti irama
irama cinta bawaan semesta
sanubari tercetak tuk slalu mencintainya
mengikuti alur sang azza wajalla
cinta...
satu kata berjuta makna
mengurai jiwa memenuhi raga
menghiasi hidup seorang pujangga
rasa suka mengendap dalam dada
duka menyublim ke angkasa
dalam diam timbul angan
dalam kejap penuh harapan
setiap langkah menuju tujuan
abadi dan tak terpisahkan

Topi AFM 2

Upluk coklat adalah upluk yang pertama kali kami beli saat car free day hari Minggu di Telaga Golf. Saat itu usia Dede Fayy masih 4 bulan. ...