Keindahan cinta bukan karena seberapa besar dan banyak kau berikan sesuatu padanya melainkan seberapa kuat kalian bertahan dalam suka maupun duka

Senin, 16 Mei 2016

Di Sudut Pojok Atas McD

Teteh…
Ya itulah panggilanku padamu,
Sahabatku,,,,
Sahabat berbagi cerita, patner begejekan bareng, dan teman curhat. Tak ada tabir pemisah saat ngakak bareng. Namun semua seolah berubah menjadi serius kala itu. Saat itu kita bicara dari hati ke hati, bercerita tentang keluarga, pekerjaan, cita-cita, masa lalu dan hal lain tentang masing-masing.
Waktu magrib di malam Jumat, masjid kantormu menjadi saksi. Aku tak melihat kedatangan mu, namun tiba tiba terdengar suara, “nggak perlu disisir, udah ganteng kok”. Kebiasaan menyisir rambut setelah wudhu pun beberapa saat terhenti hanya untuk mencari sumber suara itu. Itulah kali pertamanya ku melihat wajahmu kembali setelah hampir 5 bulan tidak bertemu. Hanya senyum simpul khas ku padamu yang dapat kuberikan untuk merespon perkataanmu.
Setelah sholat magrib, aku menemuimu yang sudah menunggu di depan masjid. Di sana banyak  rekan kerjamu yang tidak ku kenal..
“Siapa dia?” tanya salah satu dari mereka,
“Temanku dari Senayan”, jawabmu,
akupun hanya tersenyum pada mereka.

 “teteh tahu McD nya?” tanyaku untuk  memecahkan percakapan pertama diantara kita.
“nggak tahu hahaha, ya kita cari saja ” kamu jawab seolah tak berdosa
“ok deh, kemana kita sekarang?” kataku
“ke ruanganku dulu yuk”, saat itu kau mengajakku, dan ternyata ruanganmu sudah berbeda, kamu tak menempati ruangan yang dulu kau tunjukkan kepadaku.
Ya,,,, sudah sekitar hampir setahun yang lalu. Bahkan aku merasa lama sekali tak mengetahui kondisimu, bagaimana pekerjaanmu, segala apapun tentangmu. Namun satu hal yang tak pernah berubah, yaitu tertawa lepas begejekan sepasang sahabat hehehe
“mau kemana kita?” tanyamu
“ke McD lah, kemana lagi, masak depan kosanmu hahaha” jawabku sambil ketawa
Namun bukan jawaban itu yang kau harapkan
Kau mengulangai pertanyaan yang sama, “mau kemana kita?”
Lalu kau meliuk-liukkan tangan sambil tertawa khasnya dirimu dan berkata  “bersenang-senang hahaha”
Tibalah kita di gedung B lantai 3. Aku melihat ruang kerjamu lalu duduk disamping meja kerjamu dan memperhatikanmu saat berkemas barang untuk siap-siap pulang. Mataku tertuju pada salah satu  lembaran kertas yang menempel pada dinding meja kerjamu. Disana tertulis, sekretaris Lia Apriliani
 Aku tak menyangka, bahwa saat ini engkau telah menjadi seorang sekretaris subdit.
Untuk memastikan bahwa aku tak salah melihat tulisan, aku pun bertanya “sampean jadi sekretaris ya?
“hehehehe, iya mas…” jawabmu
Tak lama kemudian kita kembali berjalan menuju tempat parkir motor yang berada dekat dengan gedung lama tepatmu bekerja.
Dalam perjalanan, kita bercerita, namun belum pada intinya.
Ya seperti biasanya, kamu masih seperti 5 bulan yang lalu. Begejekan, tertawa lepas, dan satu hal lagi yang tak hilang darimu, gombalanmu haha. Iya kau suka menggombal padaku, hingga kau buat aku tak berdaya. Itulah kita,,,,Ya kita…..tanpa jurang pemisah, tanpa sekat, karena kita adalah sahabat.
Cerita di McD pun dimulai,,,,
Kamu pasti tidak tahu apa yang aku rasakan saat itu. Jantungku seolah berdegup kencang, tak seperti biasanya saat bertemu denganmu, kaki terasa kaku, otak penuh dengan pikiran-pikiran yang selalu bertanya-tanya “apa yang harus kukatakan pertama kali???ya Allah,,,,,, apa ya?”,
Namun kamu masih dengan ketidakpekaannya terhadapku, tidak memperhatikan  bagaiman ekspresi dan gerak tubuhku. Kamu masih bercanda, memberikan senyuman khas dan tertawa lepas seperti dulu.
“mau pesen apa?” aku mulai membuka pertanyaan
“mas nya dulu, mau apa?” itulah kebiasaanmu, saat ditanya malah balik nanya
“ya sudah aku pesen ayam, nasi, es milo, dan air mineral” kataku
“aku mau es krim sama kentang”, timpalmu
“nggak nambah lagi? Kan kamu belum makan” heranku padamu
“kan aku vegetarian hahahaha” celotehmu sambil tertawa, karena aku tahu kamu juga suka daging
“kita mau di bawah atau di atas?” tanyaku padamu
“emmm…di atas aja gimana?” jawabmu
“ok deh, sini aku yang bawa”, sesaat setelah pesanan kita sudah siap
Aku pun mengarahkan untuk di pojok atas, ya disitulah tempat yang akan kujadikan saksi bisu ungkapan keseriusanku padamu.
Setelah beberapa saat kita makan dengan santainya kamu pun membuka pembicaraan.
“aku empat bersaudara, kakakku pertama laki-laki, yang nomer 2 perempuan, 3 perempuan, dan yang keempat aku. Anak pertama tinggal di Kuningan, yang kedua di Bekasi, dan ketiga di Karawang”
“Semuanya tidak ada yang lulusan S1, kecuali aku, jadi pasti masnya tahu sendiri kan kenapa aku harus tetap kerja” timpalmu mengingatkanku bahwa dulu aku pernah bercerita tentang keinginanku memiliki  istri yang berpendidikan tinggi namun mau jadi ibu rumah tangga.
Dan saat itu aku merasa ini sudah serius dalam obrolan kita.
“ok, aku 2 bersaudara, punya bapak sambung, dan dia bawa anak 2, jadi kita 4 bersaudara, adikku sudah menikah satu yang cewek, yang satu cewek kerja di hongkong, dan satu masih kuliah di Nganjuk yang lelaki, aku masih nanggung adikku untuk kuliahnya, dan aku masih punya hutang di koperasi untuk orang tuaku menyewa sawah, jadi jika kita bersama, pasti 3 tahun ini gajiku tak akan utuh, dan aku ijinkan kamu tetap berkerja, karena dalam setiap doaku, aku menyelipkan rasa syukur ketika aku tak mendapat apa yang aku inginkan teh. Memang aku ingin istriku jadi ibu rumah tangga, tapi rasa syukurku akan selalu ada ketika aku mendapatkan seseorang yang tetap mau bekerja, itu doaku” aku katakan yang sebenarnya tanpa ada yang ditutup-tutupi padamu
“masalah harta, aku tak masalah, aku butuh orang yang serius” jawabmu
“insyaAllah aku serius, aku sudah tak mau pacaran lagi, kalaupun pacaran, itu setelah nikah saja” jawabku dengan penuh keyakinan
Kamu tersenyum, entah apa yang kamu rasakan, namun aku melihat rona wajahmu saat itu menandakan kebahagiaan yang mungkin belum pernah kamu rasakan selama ini.
“maukah kamu menikah denganku?” tanyaku dengan tegas
Tak ada  sepatah katapun yang keluar dari bibirmu, yang ada hanya tanda anggukan dari kepalamu, menandakan bahwa kamu siap untuk kupinang menjadi istri.
“tapi, aku kurang ganteng untuk seorang sepertimu teh?”tanyaku agak ragu
“aku tak melihat fisik seseorang, aku juga banyak kekurangan, buat apa ganteng tapi nggak serius” jawabmu yang membuat aku lega waktu itu
“jadi kapan kita ke rumah?” langsung kutanya itu padamu, yang mungkin membuat kamu kaget
“kalau Sabtu ini gimana?” jawabmu seolah menguji keseriusanku
“ok, Sabtu kita ke rumah” tegas dan penuh percaya diri aku katakan padamu
Dan kamu kaget setengah mati, syok dengan jawabanku, di satu sisi kamu mengenalku sebagai seseorang yang tak pernah serius ketika bicara, selalu begejekan, , namun pada saat itu kamu melihat sisi lain dari diriku, sisi lain seorang sahabat yang kau kenal selama ini.
“aku masih nggak nyangka, masih syok” katamu
“aku juga, aku aja yang bilang syok, apalagi kamu hahahaha” celotehku membuka tertawa lagi diantara kita
Dan entah kenapa, tiba-tiba hp mu berbunyi, kau lihat siapa yang menelepon, ternyata itu dari ibumu
“ini ibu telpon” katamu
“mungkin ibu merasa hehe” timpalku
Kau angkat telpon, entah apa yang kau bicarakan,  aku tak mengerti bahasamu. Aku yang bersuku Jawa dan kamu yang bersuku Sunda. Namun di akhir-akhir obrolanmu, aku mulai agak paham. Intinya kamu meminta ibumu untuk bicara padaku,  Kamu memberikan hp itu padaku.
Kali ini, kamu memperhatikan bagaimana ekspresi tubuhku,  tanganku gemetar, jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, aku bingung mau mengatakan apa, ibumu berbicara dalam bahasa Sunda. Adduuuhhh……alamak aku nggak ngerti, lalu hp langsung kuberikan padamu. Kamu mengatakan padanya bahwa pakai bahasa Indonesia saja,mas nya ga bisa bahasa Sunda. Kira-kira begitu percakapanmu dengan ibumu. Sekali lagi aku bicara pada ibumu, masih dalam keadaan bergetar tangan, detak jantung yang semakin kencang dan pikiran-pikiran yang tak tahu harus bicara apa, bahkan puncaknya saat bicara sama bapakmu, aku keliru menyebutkan tempat kerjaku. Kamu menahan tawa, iya kamu menahannya, aku tahu itu. Dan ketika telpon ditutup, kamu tertawa lepas, menertawakan kegrogianku saat bicara sama orang tuamu.
“kamu kelihatan banget mas groginya hahahahha” katamu
“hahaha, iya e, aku grogi banget, nggak tahu harus bicara apa, syok haha” kataku padamu dan saat itu kita tertawa berdua
Ya begitulah yang aku rasakan, rasa senang bercampur grogi dan juga syok karena tak menyangka, sahabatku, yang selama ini menjadi teman curhatku akan aku pinang untuk menjadi istriku. Begitupun kamu, juga masih kaget dan merasa seperti mimpi bahwa kamu akan kunikahi. Entahlah apa yang ada di pikiran kita waktu itu, namun yang kuyakini adalah kamulah jodohku, jodoh yang disiapkan Allah untukku, di balik lika-liku perjalanan cintamu dan cintaku yang tak pernah menemui hasil akhir, ternyata orang terdekat yang selama ini saling mendukung hubungan masing-masing, akan menjadi sepasang suami istri dalam maghligai rumah tangga.
Malam semakin larut, kita ngobrol santai seperti di pantai, slow seperti di Solo, damai seperti di Dumai. Membicarakan tentangku, tentangmu, dan tentang kita di masa depan. Malam itu sudah agak mencair seperti biasanya, bercanda tawa tanpa sekat dan tabir pemisah, tertawa sambil begejekan berdua Itulah kita, sepasang sahabat.
Akhirnya, waktu menunjukkan pukul 20.30, kamu terlihat mengantuk sekali. Lalu kita pulang dengan perasaan lega namun masih membawa rasa ketidakpercayaan, bagaikan mimpi saja,  yang semula hanya sekedar teman curhat, nanti akan berumah tangga.
Allah tahu jodoh yang terbaik buat kita, dan kamulah yang dipilihkan Allah untukku, Teteh.

Kamis, 21 April 2016
Di Sudut Pojok Atas McD

Terima kasih ya Allah
Kau anugerahkan rasa cinta untukku padanya
Rasa cinta dari sahabat untuk sahabatnya
Kini, kami akan belajar untuk menapaki hal baru dari kami
Bersama dalam maghligai rumah tangga
Ridhoilah kami, lancarkan proses kami, dan mudahkanlah kami
Menuju gerbang menggapai kesempurnaan agama-Mu
Dalam seikat tali
Tali pernikahan yang suci




1 komentar:

  1. Mantep mas didik, keren, dan terharu juga bacanya. Ikut ngerasain klo lg di posisi mas pas lagi baca tulisan ini

    BalasHapus

Topi AFM 2

Upluk coklat adalah upluk yang pertama kali kami beli saat car free day hari Minggu di Telaga Golf. Saat itu usia Dede Fayy masih 4 bulan. ...