Keindahan cinta bukan karena seberapa besar dan banyak kau berikan sesuatu padanya melainkan seberapa kuat kalian bertahan dalam suka maupun duka

Rabu, 25 Mei 2016

Lelah Yang Lillah

Teh Lia, Hari yang kita tunggu dalam sebulan akhirnya tiba juga. Hari dimana kedua orang tua kita bertemu, saling berucap untuk meneruskan keberanian seorang yang dikenal begejekan sebulan yang lalu. Teteh, hari itu tepat 22 Mei 2016 hal terindah dari hubungan kita, orang tuaku melamarmu ke orang tuamu. Perasaan saat itu sungguh luar biasa, senang bercampur grogi, tangis kebahagiaan pun ada dalam hati, karena akhirnya kamu benar-benar kukhitbah untuk kujadikan istri.
Teh Lia, melalui tulisan ini, aku ingin mengungkapkan rasa yang tak pernah kualami selama ini, rasa dimana Allah seperti menurunkan seluruh keberkahan-Nya padaku. Mungkin ini tulisan yang penuh dengan puisi seperti biasanya kuberikan padamu, aku harap melalui tulisan ini kelak akan jadi bukti, baik saat kita bersama maupun setelah dipisahkan Allah dalam kematian, bahwa inilah pembuktian cintaku padamu, tanpa kau duga sebelumnya aku serius melamarmu.
Masih ingat ketika itu, hari Jumat setengah tujuh malam, aku naik kereta Majapahit pulang ke Nganjuk untuk menjemput orang tua. Sebenarnya aku bisa saja nunggu mereka di Cirebon, namun teh, aku tak mau seperti itu. Aku mau semua dipersiapkan sebaik mungkin, Minggu adalah hari bersejarah buatku, jadi aku harus tahu sedetail mungkin apa persiapannya.
Setelah kulewati setiap stasiun, sawah, ladang, hutan, bahkan tambak di pinggir pantai,aku tiba di Nganjuk jam 6 pagi. Sabtu pagi, ya Sabtu pagi teh, ada perasaan yang tak biasa ketika aku di Nganjuk, aku berfikir, esok aku akan melamar bidadariku. Akan kutunjukkan keseriusan cintaku dengan mendatangkan orang tuaku ke rumahnya.
Belum hilang rasa lelah di kereta, aku harus segera mempersiapkan keberangkatan lagi. Aku dan keluarga menuju kertosono, kita memang akan berangkat lagi jam setengah 2 siang. Aku dan keluarga menuju rumah Pak Puh yang ada di kertosono, dan hal yang membuat aku terkejut sesampai disana adalah mereka benar-benar riweuh. Senang dan bangga saat aku melihat keriweuhan itu. Bagaimana mereka dengan bahagianya menyiapkan berbagai macam makanan dan bekal tuk di kereta. Itulah teteh persiapan orang desa yang memang asalku dari gunung, aku bahagia, aku senang dengan tertawa mereka, senyum mereka, tak bisa dilukiskan lagi, aku benar-benar bahagia.
Perjalanan pun dimulai, begitupun kamu teh, di saat yang sama, Sabtu pagi kamu berangkat ke Cirebon. Dalam perjalanan hampir 12 jam itu, berbagai macam kelucuan dan canda tawa menghiasinya. Mulai dari budhe yang nyari-nyari tempat tidur buat bersandar sampai bulek yang terkagum-kagum dengan keindahan alam dari dalam kereta. Maklum teh, ini adalah kali pertama bulek bahkan mak e naik kereta jarak jauh. Aku tertawa saja, namun di balik tertawaku tersembunyi pikiran, besok seperti apa ya acaranya. Lamaran ini benar-benar membuat aku berfikir lebih dari biasanya, rasa grogi bercampur bahagia ada didalamnya.
Tepat 22.58 waktu Cirebon, kereta berhenti. Perasaan grogi semakin kencang, malam itu aku benar-benar semakin bahagia teh. Kutelepon dirimu menanyakan keberadaanmu dan kamu jawab menunggu di pintu keluar. Sesampainya disana, kulihat senyummu mengembang, senyum calon istriku, senyum calon bidadariku. Seperti biasa kamu selalu menggoda aku
“mau kemana ya mas, cari siapa?” katamu dengan gaya khasmu menggodaku
kubilang dengan berbisik, “mau nyari Lia Apriliani, mau kulamar hahaha”
Rasa lelah, rasa kantuk atau apapun semua hilang saat senyummu mendarat di hatiku teh, aku benar-benar bahagia. Kita berjalan menuju mobil jemputan A’ Iwan dan istrinya, mereka begitu baik dan ramah. Meskipun berdesak-desakan, namun semua itu tak mengurangi rasa bahagiaku saat bertemu denganmu malam itu. Perjalanan ke kuningan pun siap dan kita bersama melewati pergantian malam minggu, bercengkerama, bergombal ria, dan makan bersama. Sampai tiba tujuan kita, sebuah villa yang kamu persiapkan untuk keluargaku.
Setelah kuantar pulang kamu, aku kembali ke villa, menikmati udara malam lembah gunung cermai, sambil terus berfikir, aku besok akan melamarmu, iya, melamarmu sebagai calon istriku. Tanpa terasa jam setengah 2 pagi, perlahan kupejamkan mata sambil berdoa, semoga esok lancar dan penuh dengan kebahagiaan.
Pagipun tiba, selesai sholat subuh, kupersiapkan diriku sambil menikmati udara pagi lembah gunung cermai, kupersiapkan diriku. Keluarga pun tak kalah, mereka mandi pagi-pagi sekali, padahal acara kita jam 9. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka, namun kuyakin rasa bahagia tak terkira yang ada di dalamnya. Pagi itu aku bicara sama pak puh, beliau banyak memberikan wejangan, mulai dari kekagumannya pada keluargamu dan kepadaku yang tak malu mengenalkan keluarga desaku untuk datang ke kuningan, ke keluargamu. Maklum teh, itu kali pertama juga mereka menginap di villa, bahkan mak e sampai menanyakan tentang keluargamu, beliau takut dan minder. Namun segera kujelaskan bahwa keluarga kita sama, aku dan lia niat nikah bukan karena harta. Keluarganya pun menerima aku apa adanya, lalu tersenyumlah mak e mendengar penjelasanku.
Setengah 9 pagi aku dan keluargaku dijemput Aa’ dan A’ Ony. Kita bersama siap datang ke rumahmu, membawa jajanan desa, entah apa namanya, dan yang paling penting, membawa cinta dariku buatmu. Di rumah, seperti biasa, kita berkumpul, ada bapak dan ibumu, keluargaku, aku dan kamu yang bersanding di kursi rumahmu. Bapakmu membuka pembicaraan lalu Pak Puh langsung menjelaskan maksud kedatangan keluarga, yaitu melamar Lia dan tanpa basa basi terlebih dahulu, ahhh, aku jadi grogi banget waktu itu, seketika itu juga bapakmu menerima lamaranku. Aku benar-benar grogi teh, namun karena semua mengalir begitu saja, banyak cerita, banyak bahan bicara, rasa grogi mulai hilang, diganti senyum lebar penuh kebahagiaan.
Dalam suasana bahagia banyak perbincangan diantara dua keluarga, mulai dari penentuan tanggal pernikahan kita, konsepnya, sampai adatnya dibicarakan. Aku bahagia teh begitupun kamu, terlihat dari senyum lebarmu. Aku bahagia karena aku telah benar-benar mengkhitbahmu, meminta ke orang tuamu untuk kujadikan istriku. Akhirnya acara pagi itu kita tutup dengan sesi foto-foto dan makan bersama. Semua berkumpul, gembira, penuh senyum dan tertawa melewati proses lamaran yang tak akan dilupakan begitu saja. Rasa lelah sejak Jumat di kereta, semua hilang begitu saja, karena Lillahi Ta’ala. Terima kasih teh Lia, sambutan hangat dari keluargamu semakin menguatkan aku untuk menyiapkan diri menjadi suami terbaik buatmu.
Kuningan, 22 Mei 2016
Lelah yang Lillah
Sejarah panjang terbentang
Dari Nganjuk sampai ke Kuningan
Melewati rumah, sawah, ladang, dan hutan
Membawa seberkas sinar harapan
Harapan terbalut dalam sebuah lamaran
Menyatukan kasih sayang dan cinta
Dua insan anak manusia
Mempererat dua keluarga
Dalam naungan doa bahagia
Aku dan Kamu akan menjadi kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Topi AFM 2

Upluk coklat adalah upluk yang pertama kali kami beli saat car free day hari Minggu di Telaga Golf. Saat itu usia Dede Fayy masih 4 bulan. ...