Kali ini tantangannya sangat berbeda dengan level-level sebelumnya. Kami dibagi menjadi kelompok kecil dan mendapatkan tugas untuk membuat materi yang telah ditentukan kemudian mempresentasikannya menggunakan berbagai media terpilih di grup bunsay sesuai jadwal. 1 kelompok 1 hari dengan waktu yang telah disesuaikan.
Nah.....Qadarullah, saya kebagian kelompok 1. Berikut resume materi yang dapat saya tangkap berdasarkan hasil diskusi.
Bahwa sex dengan gender itu berbeda. Sex itu laki-laki dan perempuan, sedangkan gender itu feminitas dan maskulinitas. Dalam pandangan Islam, gender itu memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah baik laki-laki dan perempuan sama sama memiliki kewajiban untuk beribadah dan memperoleh pahala sedangkan perbedaannya yaitu dalam hal kodrat dan ketetapan syariat. Keadilan gender akan tercipta jika dan hanya jika laki-laki dan perempuan SALING melengkapi dan bersinergi BUKAN berkompetisi siapa yang lebih hebat. Fitrahnya laki-laki adalah sebagai pemimpin dan penjaga keluarga. Dia juga memiliki cara berfikir logis agar
ia mudah berinteraksi dengan dunia luar karena
tugas laki-laki cenderung membutuhkan kesadaran dan rasio sebelum bergerak atau
merespon. Fitrah laki-laki maupun perempuan HARUS dijaga agar tidak terjadi penyimpangan. Bagaimana caranya? Caranya yaitu dengan menghadirkan 100% sosok Ayah dan Ibu sesuai dengan tahap perkembangannya.
Berikut Q & A yang terjadi saat diskusi
Pertanyaan
|
Jawaban
|
mak Lia
Yulianingsih.
Bagaimana jika
sejak kecil sudah mulai terlihat penyimpangan (usia 3-5 tahun) ? Bagaimana
cara penangganannya?
Misal: anak
laki2 yg seperti perempuan (terlihat lebih feminim)
|
Pramitha
Sari
Sebenarnya
lebih mudah mengidentifikasi anak itu mengalami penyimpangan atau tidak dg
dijelaskan bagaimana perilaku yg dimaksudnya. Seperti perempuan itu bagian mananya?
Suka berhijab atau perasaanya lembut? Menurut kami akan beda penanganannya.
Karena
seorang laki-laki pun harus punya jiwa feminin, meskipun jangan berlebihan.
Di seminar ust Harry menyatakan komoosisinya 70% maskulin, 30% feminin utk
laki2.
Dina
Permata
Nggak
bisa kita diagnosa "oh ini ada penyimpangan". Kita telaah dulu,
gimana pengasuhannya. Siapa yg lebih dominan, ayah atau ibu. Gimana lingkungan
anak. Dll dll
|
Mak Riga
Kadang ada juga
laki-laki yang perasa, perempuan yang nggak berperasaan. gmn dong?
|
Dina Permata
Sebenernya
bukan nggak berperasaan atau malah terlaku logis sih. Kita memang fitrahnya
udah diciptain sesuai porsinya. Yg buat anak jadi lebih melow atau lebih
logis disebabkan gimana pengasuhannya.
Ibu
itu mentransfer empati dan eprasaan, kalau anak terlalu dominan dari ibu jadi
transferan ibu lebih dominan. Ayah mentransfer jiwa kepemimpinan dan
kebijaksanaan, kalau anak terlalu dominan dari bapak y transferan bapak jadi
lebih banyak. Mesti seimbang gitu
|
Mak Fatimah
a. Apakah permainan anak
mengenal gender, misalnya anak perempuan dilarang main mobilan dan
sebaliknya? Kapan sebaiknya anak main dan terpapar stimulasi yg mengasah sisi
feminim/maskulitasnya?
b. Jika sekolah/playgroup/taman
bermain dipisahkan antara murid laki/pr apakah menurut kelompok melukai hak
gender, dalam artian seharusnya anak belajar tentang adanya gender di luar
mereka memahami peran masing2 dlm lingkup sosial kelak diharapkan paham
batasannya kl sdh baligh?
|
Mira
2a.
Permainan anak tidak mengenal gender. Anak belajar gender dari keteladanan
lingkungan termasuk ayah ibu. Untuk mengasah maskulinitas dan feminitas, anak
harus terpapar kegiatan bersama ayah dan ibu disesuaikan tahap usianya.
Suprihatin
2a.
menurut dr. khalid ahmad syantut, justru kalau dicampur memancing dewasa
lebih dini, apalagi kalau ada hutang pengasuhan. sperti fenomena skrg, SD ud
pacaran, begitu
Mira
2b.
Peran gender itu memang penting. Tapi tidak mutlak harus a atau b sejak dini.
Karena sebetulnya kebutuhan belajar anak mencakup banyak hal, termasuk
sosialisasi, adaptasi, individualisme, dll. Sehingga pemisahan laki2 dan
perempuan sejak dini sepertinya akan membatasi ruang belajar anak.
Dina
Permata
2b.
Aanak belajar gender di luarnya dia kan bisa liat dari orang di rumahnya.
Anak laki, bisa ke ibunya. Anak perempuan ya ke bapaknya. Sebaik"nya pendidikan adalah rumahnya😬
Ajeng
Ada
yg seru nih dr artikel. Jadi ada penelitian eksperimental. Membandingkan
antara : Anak laki2 dan perempuan diberi fasilitas yg sama tapi pendampingnya
berbeda. Kelompok 1 ditemani ayah, kelompok 2 ditemani ibu. Menurut
penelitian itu anak belajar gender justru dr respon ortunya bukan dr
mainannya. Misalkan respon ayah yg tegas : simpan mainanya. Dan respon ibu yg
lebih kooperatif, mau disimpen dulu bukunya?
|
Sari
Bagaimana
jika kakak n adek berbeda gender di umur under 3 tahun saat bermain bersama
kadang yg cowok suka mainin mainan adeknya. Trus qta larang atw gimana utk
mengenalkan gender pd usia dini?
|
Mira
Sebetulnya
kita tidak tau imajinasi anak thd sebuah permainan seperti apa. Alangkah
lebih bijak kita beri ruang ekspresi terlebih dahulu. Supaya tau apa
imajinasinya, jika dirasa belebihan baru diarahkan. Misalnya pegang boneka.
Anak penasaran dg apanya dari boneka? Bisa jadi boneka dijadikan alat
mengenal anggota tubuh, nama hewan. Dll. Masak2an bisa diarahkan mengenal
nama2 benda dan sayuran, dll.
Kadang
anak perempuan main mobil eh mobilnya dijadikan tlp.
|
Suprihatin
gimana contoh pengasuhan yang bisa seimbang kalau misalkan LDM, dan ibupun sering peri keluar kota? |
Mira
Maaf mak ini
tema kelompok 2
Ajeng
Dicari figur ayah ibu agar pengasuhan seimbang. Misal paman, kakek atau guru, dll. Sama pengasuh juga menghadirkan imaji positif tentang orangtuanya. Imaji ini harus lekat dengan perannya. Misal ayah hebat lho kerja dg semangat dan penuh tanggung jawab, dll.
Pramita
Sari
Kalau
kami menyiasati dengan tetap menghadirkan sosok ayah di Video call maupun
voice call. Menceritakan aktivitas ayah sedang apa di sana. Dan juga
mencontohkan meminta izin ayah jika hendak pergi maupun mengambil keputusan. "Kita
tanya ayah dulu ya nak"
|
#Fitrahseksualitas
#kuliahbundasayangIIP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar