Ini adalah kisah kesekian kali yang ingin kutulis
dalam diary kecilku. Teringat dengan salah satu program televisi masa kini “Tetangga
Masa Gitu”. Setiap awal dalam episodenya selalu diberi judul “Pernikahan hari
ke-...”. Terinspirasi dari sana aku ingin dalam tulisan ini kutulis judul
seperti itu. “Menjadi Suami Hari ke-70” adalah judul tulisanku kali ini.
Setiap kisah sederhana dengan balutan cinta
akan selalu tercetak jelas dalam kata-kata. Kali ini terkait bagaimana aku
ingin menggantikan peranmu istriku, meskipun hanya sedikit, tapi tak apalah
untuk dicoba.
Minggu siang yang kita nikmati dalam suasana
santai, kita pun berbincang-bincang.
“Besok kan puasa, sahurnya jangan pakai gudeg
ya hehe” kataku sambil meringis mengingatkanmu bahwa kita akan sahur untuk
puasa senin-kamis.
“kenapa beb?” katamu
“sahur kan nggak terlalu enak makan, jadi
jangan yang manis-manis buat lauk” sahutku padamu yang memang tak mau makan
gudeg di kulkas kita
“terus mau makan pakai apa beb? Di kulkas masih
ada kangkung, wortel, tempe” kamu yang bertanya sekaligus memberitahuku akan
isi kulkas
“ehhmmm....gimana kalau aku yang masak, ntar
tak masakin masakan pondok hehehe” jawabku dengan yakinnya ingin memasakkanmu,
“kangkung dioseng sama tempe, kangkungnya nggak dipetiki, tapi diiris-iris
hehe, gimana?” timpalku lagi
“ok kalau begitu” katamu sambil tersenyum
“jam berapa kita bangun” kataku
“jam 2 ya, gimana?” katamu
“ok deh, di alarm jam 2” jawabku dengan yakin
Entah apa yang aku pikirkan saat itu, aku hanya
tak mau makan gudeg saat sahur, jadi aku pun punya solusi dengan memasakkan
sayur buatmu. Malam telah tiba, kita pun sejenak melepas lelah dalam samudra
mimpi sambil berharap akan bangun jam 2 sesuai kesepakatan kita.
Alarm berbunyi dengan nyaringnya, namun kantuk
ku masih melanda. Dasar naluri suami yang selalu dilayani setiap ada maunya. Aku
tak mau bangun, alarm pun dimatikan, sampai jarum jam panjang menunjuk angka 8.
Dan kamu pun seperti biasa yang bangun duluan untuk membangunkanku. Istriku,
naluri dan perasaanmu sebagai istri sungguh membuat aku kagum. Aku yang berniat
akan bangun duluan untuk memasakkanmu, malah kamu yang membangunkanku. Mungkin memang
benar, aku tak bisa menggantikan peranmu, sebagai seorang istri yang benar-benar
tulus melayani setiap kebutuhanku.
Ketika kubangun, aku teringat akan janjiku
padamu segera kupersiapkan peralatan dan bahan untuk memasak. Kangkung dan
tempe bahan utama segera kuambil dari kulkas. Panci listrik, uleg, dan wadah
tempat sayur pun tak lupa kuambil dari tempatnya. Memasak pun siap kulakukan
untuk sahur kita.
Entah berapa kali aku bolak balik ke dapur dan
ke kamar, untuk mengambil semua perlengkapan. Di sela aku memasak, kamu pun
juga tetap mengerjakan sesuatu. Mulai dari menyetrika pakaian yang akan kupakai
sampai merendam pakaian yang kan kamu cuci. Ahh...emang dasarnya kamu tak punya
capek, aku yang berusaha menggantikan peranmu, malah kamu juga berperan dalam
pekerjaan lain. Setelah semua siap, pagi itupun kita sahur dengan oseng kangkung
tempe ditambah nugget goreng dan tahu telur. Sahur selesai, dan kitapun siap
untuk jamaah subuh.
“Nanti nggak usah dicuci dulu ya pakainnya”
kataku setelah selesai sholat subuh
“kenapa beb?” katamu terheran
“nggak papa, direndam dulu saja, dicuci sore
saja beb, sekarang istirahat aja dulu” jawabku, dan setelah itu, senyum lebar
nan manis pun keluar dari bibirmu.
“Terima kasih papa biant” katamu sesaat sebelum
kita terlelap dalam tidur di pagi hari.
“i love you sayang” kataku
“i love you too papa biant” jawabmu di akhir
percakapan kita
Istriku, terima kasih telah menjadikan keluarga
kecil ini penuh barokah dan kebahagiaan, senyuman terindahmu selalu hiasi
setiap hari dalam perjalanan bahtera rumah tangga kita. Kau tak kan terganti,
baik dalam raga maupun jiwamu sebagai seorang istri. Bahkan suamimu pun tak
mungkin bisa menggantikan peran sedetail yang kamu miliki. Istriku, you are my perfect person for me, therefore
i will strive to be the best husband for you.
Jakarta, 2 Muharrram 1438 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar