Sejak pertama mengenalmu kita tak sering berjumpa, bertegur sapa pun hanya via bbm saja, namun cerita tentangmu selalu ada. Berbagai macam alasan kucari untuk bertemu denganmu. Mulai mengantar susu hingga kelebihan buah dalam kulkasku.
Namun hari itu terasa istimewa, hari dimana
kita punya waktu berdua. Bisa bersenda gurau, berbagi cerita dan tertawa
bersama. “Aku mau kesana teh, pyan dimana?” kataku lewat bbm. “Aku masih di
kantor mas, kapan kesini?” jawabmu. Akupun menjawab “insyaAllah habis magrib,
nanti ke kost atau aku ke kantor pyan?”, “ke kantor saja ya mas” katamu, “ok
deh aku jemput yak” jawaban penutupku yang membuat aku berdebar-debar.
Tibalah saatnya aku pulang kantor, dan setelah
sholat magrib, aku pun bergegas menuju kantormu. Saat itu, aku tak merasa
apa-apa, hanya berdebar-debar saja. Setibanya di kantormu pun aku berusaha
rileks, namun apa daya, jantung ini tetap berdebar-debar. “Mau tak bonceng?”
kataku, dan kamu pun mengiyakan sambil menganggukkan kepala. “kita makan dulu
gimana?” ajakku padamu . “Makan dimana?” katamu, “ya aku nggak tahu, kan pyan
yang kost disini hehehe” jawabku sambil nyengir. “Di warung deket kost aja ya?”
katamu memberi solusi.
Malam itu pun kita makan berdua, namun tak ada
perasaan apa-apa, hanya sahabat, yaaa...hanya sahabat. “kalau begini kita kayak
orang pacaran ya?” katamu membuka obrolan. “iya nih, romantis banget ya, makan
berdua di warteg hahaha” kita tertawa berdua. Entah apa yang ada dalam benakmu
saat itu, aku berusaha menyembunyikan perasaanku, dan aku yakin seyakin-yakinnya
bahwa kau tak akan mengerti itu. Karena kutahu bahwa akan sangat sulit
berbicara tentang cinta denganmu. Bagiku dekat denganmu, makan berdua denganmu
sebagai sahabatku adalah hal terindah dalam hidupku. Makan pun selesai dan kau
pun kuantar ke kost.
Kini waktu itu sudah berlalu, namun warteg
disitu tetap berdiri tegak. Tetap melayani pelanggan-pelanggannya, dari anak
kecil sampai orang tua, dari pekerja sampai ibu rumah tangga. Warteg tempat
kita pertama makan berdua, warteg kenangan terindah dalam kehidupan kita.
“WARTEG CINTA”.
Sudah sering kita kesana, baik berdua maupun
dengan teman kita. Namun kita tak pernah merasa bosan untuk makan disana. Hari
minggu lalu kita coba bernostalgia. Mencoba mengulang memori indah saat pertama
kita duduk berdua, makan dan bercerita. “Hari ini nggak usah masak ya, kita
makan di luar sebelum nonton bioskop” kataku sambil melepas lelah karena
perjalanan dari Ngada. Senyummu pun mengembang saat aku bilang begitu. “Makan
dimana?” katamu sambil tersenyum. “Ke warteg cinta gimana? Hehe” jawabku, dan
kamupun mengiyakan. Kita berangkat menuju warteg cinta, warteg kenangan buat
kita.
“Mas mau makan apa?” tanyamu padaku, “eemmm,
ayam goreng, kikil, sama sayur kecambah tuh, biar kuat hahaha” kataku sambil
tertawa dan diikuti tertawamu, seolah mengerti apa yang aku maksudkan. Lalu
kamupun memesan capcay ditambah tempe goreng. “Kok cuma itu?” kataku terheran
karena yang kau pesan, “nggak papa, aku ini saja” jawabmu. Kita pun makan,
sambil mencoba mengingat-ingat waktu dulu, kenapa kita makan berdua disini.
Sambil bercerita masa-masa saat kita dekat, bercerita modus-modusku untuk menemuimu
dan sebagainya.
My sweety, dalam setiap ketidakpekaanmu dulu,
tersembunyi rasa penasaran begitu besar tentang pearasaanmu. Aku bangga dan bahagia, mengenalmu dari
ketidakpekaan. Mengenalmu sebagai sahabat yang mengetahui semua tentangku. Jika
waktu itu kamu peka dan tahu perasaanku, mungkin kita sekarang tidak akan
seperti ini, menjadi sepasang cinta yang abadi sebagai suami istri. Terima
kasih atas kebaikanmu menerima pinanganku, terima kasih karena kau selalu
berusaha menjadi istri terbaik buat aku. Warteg cinta menjadi saksi bisu kisah
cinta kita berdua. Kisah sepasang kekasih yang berawal dari persahabatan dan
dibumbui dengan cinta. Semoga kamu tak lelah untuk selalu menjadi pendamping suamimu
yang penuh dengan kegejean ini. Dan kita akan bersama menciptakan
kenangan-kenangan terindah dalam hidup kita di dunia sampai nanti di surga. Amiin
Jakarta, 20 September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar