“Ya sudah teh,
sekarang waktunya belajar memantaskan diri di hadapan Allah, aku juga belajar
kok, insyaAllah nanti akan ada yang benar-benar serius dan pantas untukmu,
yakinlah”. Sebuah kalimat yang aku utarakan untuk menguatkanmu dan merubah
kehidupan kita berdua.
Hari itu Sabtu pagi
tanggal 16 April 2016, aku yang baru sampai di Surabaya, tiba-tiba kamu megirim
pesan lewat whatsapp, sejenak aku baca, sedih, itulah perasaanku saat itu.
Seandainya aku di Jakarta, pasti aku akan datang ke kosmu, membawa seplastik
susu, seperti biasa aku berikan padamu, iya, itulah yang mungkin aku lakukan
saat itu. Namun apadaya, aku baru turun dari kereta, dan saat itu aku berada di
Surabaya. “Tenangkan dirimu, ntar aku telpon, aku turun dari kereta, nanti
kalau sudah sampai mushola aku telpon” jawabku singkat saat itu karena aku
masih riweuh dengan kondisiku.
Kita berbincang banyak
hal, dan saat itu aku tak menyangka, diantara sekian banyak teman dan
sahabatmu, akulah satu-satunya orang yang memberikan saran berbeda. Entah dalam
hal apa, sampai sekarang pun aku tak mengetahuinya.
Aku tak ingin
bercerita banyak tentang kita, namun disini, aku ingin menulis, terutama bagi
teman –teman yang “kesulitan” menemukan jodohnya. Iya, aku ingin membagi
pengalaman kita. Pengalaman yang membuat kita dibersamakan oleh Allah karena
kalimat sederhana. Seperti yang aku tulis di awal tulisan ini yang intinya “memantaskan diri di hadapan
Allah”.
Entah seberapa hebat
kalimat itu, seberapa manjurnya ketika dilaksanakan, setidaknya aku percaya,
itulah awal aku dan kamu menjadi kita. Tuntunan Allah benar-benar begitu luar
biasa. Seolah jalan menemukan jodoh “terbaik” memang sudah diberikan cahaya
oleh-Nya. Kita hanya mengikuti dan berusaha menemukannya.
Aku dan kamu mencoba
mulai bangun malam, memohon dengan tulus. Belajar untuk sholat taubat, tahajud,
hajat, hingga istiqoroh. Mencoba mendekatkan diri pada Sang Pemilik Hati.
Belajar memantaskan diri pada Robbi Izzati. Meminta namun tak memaksa, berdoa
namun tak pernah putus asa dalam berusaha. Itulah akhirnya yang aku namakan
Meminta Secara Elegan.
Dengan kalimat
sederhana “memantaskan diri”, seolah memberikan suatu ruang tersendiri dalam
hati. Tak bernafsu mengejar jodoh, pun tak memaksa segera diberikan. Karena
dengan itu, kita seolah pasrah akan apa yang Allah berikan. Memang sulit untuk
dilakukan, namun setidaknya dengan ditambah kata “belajar”, maka akan terasa
lebih ringan. Butuh sebuah keyakinan dan tekad serta keikhlasan untuk itu.
Teh Lia juga tak
menyangka, jodohnya adalah sahabatnya sendiri. Apalagi sahabat yang terkenal
begejekan dan semaunya sendiri. Namun toh akhirnya, dia tahu dan sadar, Allah
menunjukkan jalan-Nya. Apalagi aku, percaya tak percaya jodohku adalah sahabat
sendiri yang selama ini jadi tempat curhat.
Itulah rahasia Allah Sang Maha Pembolak Balik Hati. Jika sudah waktunya pasti
akan ditunjukkan, jika sudah pantas, pasti akan dipertemukan.
Semoga sedikit cerita
bisa menjadi sebuah pengalaman berharga. Terlebih semoga menjadi pelajaran
untuk teman yang masih sulit menemukan jodohnya. Bukankah jodoh itu di Tangan
Allah? Jadi kenapa tidak mendekat dan memantaskan diri saja di hadapan-Nya jika
ingin dipertemukan jodohnya. Kita bukan ahli ibadah, ahli ilmu, apalagi makhluk
paling dekat dengan-Nya, tetapi setidaknya kita mencoba untuk terus belajar,
belajar dan belajar memantasakan diri di hadapan-Nya.