Keindahan cinta bukan karena seberapa besar dan banyak kau berikan sesuatu padanya melainkan seberapa kuat kalian bertahan dalam suka maupun duka

Selasa, 10 Januari 2017

Kelak, Anak Kita Mau Jadi Apa?



Percakapan sederhana yang aku bicarakan dengan istri sehabis sholat isya membuat semua seakan sudah nyata. Merencanakan kebutuhan anak dalam pendidikan, menyatukan pendapat untuk sang buah hati, semua seolah tergambar dalam balutan percakapan itu. Diawali dari bersandarnya istri ke pangkuanku, tiba-tiba ia mulai pertanyaannya. Menanyakan bagaimana pandanganku tentang akademik anak, apakah nanti akan kita tuntut atau bagaimana.

Dari situ aku teringat dulu sebelum menikah, aku ingin kelak anakku mendapatkan pendidikan terbaik. Hal itu pasti yang diharapkan dari semua orang tua di muka bumi ini. Namun semua itu tak akan pernah tercapai jika tak direncanakan dan diwujudkan.

Seketika itupun aku bercerita ke istriku, dia dengan sabarnya mendengarkan kata per kata, kalimat per kalimat yang aku kemukakan, kurang lebih seperti inilah yang aku katakan “Gini beb, aku orangnya tidak mau menuntut akademiknya, yang penting akhlaknya, karena itu nanti yang akan membawa manfaat buat orang lain, namun tak menutup kemungkinan dia juga harus pintar. Aku punya angan-angan, aku tak mau memasukkan anak kita ke sekolah negeri. Bukan berarti sekolah negeri itu nggak baik, coba deh dari pengalaman kita di sekolah negeri, kebanyakan yang dituntut adalah pintar, tetapi akhlak nya kurang diperhatikan, sekolah-sekolah berlomba-lomba menjadi sekolah dengan nilai UNAS tertinggi, berlomba-lomba yang paling banyak masuk PTN favorit, hanya otaknya yang dipikirkan, meskipun tak semuanya sekolah negeri begitu. Aku punya rencana, nanti ketika SD anak kita akan kita sekolahkan di sekolah swasta, sekolah islam, sekolah yang memberikan pembelajaran akhlak yang baik. Itu harapanku beb, kalau pintar kita bisa ngajarin, tapi kalau akhlak, kita kan sama-sama kerja, ya guru-guru di sekolah yang kita harapkan. Bahkan nanti ketika SMP aku ingin anak kita masuk pesantren. Karena aku tak ingin hanya memikirkan dunia saja, kita harus pikirkan akhirat, jadi aku tak menuntut anak kita pintar yang utama akhlaknya baik”.

Begitulah lebih kurangnya apa yang aku katakan ke istri. Respon istri sungguh membuatku tenang dan senang. Kami sehati, kami sama-sama ingin yang terbaik untuk anak kami. Kami tak ingin menuntutnya karena anak punya kelebihan di bidang lain, kami ingin membentuk karakter yang baik ke anak, dan semua itu  seolah tanpa ada perbedaan pendapat di antara kami, satu hati satu pikiran untuk sang buah hati tercinta.

Kawan-kawan pembaca, kami bukan berarti menjustifikasi bahwa sekolah negeri itu kurang baik, swasta pun belum tentu baik, kita punya cara masing-masing untuk mendidik anak, kita punya rencana masing-masing untuk pendidikan anak. Ada yang ingin masuk di sekolah negeri favorit, ada yang ingin masuk sekolah yang paling mahal, ada juga yang penting sekolah, bahkan ada juga yang tak mau anaknya sekolah. Semua itu adalah hak masing-masing, dan yang pasti semua orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik buat anaknya. Dan kami pun sadar akan hal itu, oleh karena itu, kami akan bersama dalam keluarga kecil ini, belajar untuk memberikan yang terbaik untuk buah hati kami kelak.

“Di dunia ini tak ada satupun universitas yang memberikan gelar profesor orang tua , oleh karena itu dibutuhkan waktu sepanjang hayat untuk terus belajar, belajar menjadi ayah dan ibu yang terbaik untuk buah hatinya” lidicinta, 2017

Topi AFM 2

Upluk coklat adalah upluk yang pertama kali kami beli saat car free day hari Minggu di Telaga Golf. Saat itu usia Dede Fayy masih 4 bulan. ...